1.
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Bandar
Udara sebagai prasarana dalam penyelenggaraan penerbangan merupakan tempat
untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kebandarudaraan dalam menunjang
pelaksanaan kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi lainnya, harus di tata
secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan
tingkat kebutuhannya. Penataan kebandarudaraan diwujudkan dalam satu kesatuan tatanan
kebandarudaraan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang andal
dan berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Kebijakan
pemerintah Republik Indonesia bahwa pembangunan sistem transportasi diarahkan
pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya,
politik dan pertahanan keamanan antara lain dengan menignkatkan sarana dan
prasarana transportasi serta menyempurnakan pengaturan yang harus selalu
didasarkan pada kepentingan nasional.
Pengembangan
transportasi wilayah, khususnya transportasi udara dalam rangka menunjang
arahan struktur tata ruang, diataranya adalah pengembangan transportasi udara
di Provinsi Kalimantan Timur ke daerah Kabupaten Berau. Kabupaten Berau
merupakan salah satu daerah yang secara geografis merupakan daerah kepulauan.
Kondisi ini mengakibatkan suatu konsekuensi untuk memberikan dorongan terhadap
pertumbuhan di daerah tersebut. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan
dibangunnya Bandar Udara Maratua.
Adapun
secara garis besar harapan dibangunnya Bandar Udara Maratua tersebut adalah :
1. Sebagai
pertahanan dan keamanan mengingat Pulau Maratua merupakan salah satu bagian
Pulau terluar Indonesia.
2. Sebagai
penunjang sarana dan prasarana pariwisata, mengingat Pulau Maratua dan beberapa
Pulau di sekitarnya memiliki keindahan alam bawah lautnya seperti Pulau
Kakaban, Pulau Sangalaki, dan Pulau Derawannya. Dengan demikian maka pemenuhan
kebutuhan akan transportasi yang layak sangat diperlukan.
3. Untuk
menunjang sektor perekonomian, sosial kemasyarakatan, Budaya di daerah
tersebut.
Salah
satu faktor penghambat utama yang sangat mempengaruhi faktor pertumbuhan dan
percepatan pembangunan daerah Pulau Maratua adalah kesulitan sektor perhubungan
dan transportasi yang akhirnya telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
terhadap upaya-upaya peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan daerah.
Faktor
kondisi topografi Pulau Maratua yang cukup terisolir, mengharuskan pembangunan
sub sektor perhubungan udara mendapat prioritas yang utama. Hal ini terutama
untuk mengatasi problem pengangkutan dan mobilisasi seluruh aspek dan komponen
terkait, baik mobilisasi penduduk maupun mobilisasi perekonomian rakyat secara
menyeluruh.
Selain
itu, Pulau Maratua merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan
Perairan Malaysia dan Filipina di utara harus mendapatkan perhatian khusus dari
Pemerintah terutama dalam hal Pertahanan dan Keamanan Wilayah Republik
indonesia.
1.2.
KEBIJAKAN
STRATEGI
1.2.1. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900
km, memiliki kawasan yang berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, baik wilayah
darat maupun laut. Wilayah darat Republik Indonesia berbatasan langsung dengan
negara-negara Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Leste, sedangkan wilayah
laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG).
Kawasan perbatasan darat
Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Pulau Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor,
serta tersebar di empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing
wilayah memiliki karakteristik kawasan yang berbeda-beda. Kawasan perbatasan
laut Indonesia meliputi : (1) Batas Laut Teritorial (BLT), (2) Batas Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE), (3) Batas Landas Kontinen (BLK), (4) Batas Zona Tambahan (BZT),
dan (5) Batas Zona Perikanan Khusus (Special
Fisheries Zone/SFZ). Ketiga batas laut pertama diukur jaraknya dari titik
dasar/garis pangkal kepulauan, yang penetapannya bergantung pada keberadan
pulau-pulau terluar yang jumlahnya saat ini paling tidak sebanyak 92 pulau,
termasuk beberapa pulau kecil yang beberapa diantaranya hingga kini memerlukan
penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena memiliki potensi untuk dipermasalahkan oleh
negara tetangga.
GBHN 1999 telah
mengamanatkan bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus
mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
2000-2004 yang memuat program-program prioritas selama lima tahun.
Komitmen pemerintah
melalui kedua produk hukum ini pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari
segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.
Sebagian besar kawasan
perbatasan di Indonesia masih merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa
lalu, bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan yang perlu diawasi secara
ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan
paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan
dari pada kesejahteraan. Akibatnya
kawasan perbatasan di beberapa daerah menjadi daerah yang tidak tersentuh oleh
dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin. Sehingga, secara ekonomi
wilayah ini lebih berorientasi kepada negara tetangga. Misalnya, salah satu
negara tetangga yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di
koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang
telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.
Dengan berlakunya
perdagangan bebas Internasional dan kesepakatan serta kerjasama ekonomi,
regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa kawasan perbatasan
darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam
upaya pengembangan kawasan tersebut. Kerjasama sub-regional seperti AFTA,
IMS-GT, IMT-GT, BIMP-EAGA, dan AIDA perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga
memberikan keuntungan keduabelah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan
berbagai kerjasama ekonomi Internasional dan sub-regional tersebut Indonesia perlu
menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang
menyeluruh dan terpadu sehingga tidak tertinggal dari negara-negara tetangga.
Sarana dan prasarana
ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral
dan sub-regional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana ini tentunya
membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan penentuan
prioritas baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.
1.2.2. Manfaat
Adanya
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antarnegara ini
diharapkan dapat memberikan prinsip-prinsip pengelolaan kawasan perbatasan
antarnegara sesuai dengan karakteristik fungsionalnya. Selain itu, Kebijakan
dan Strategi Nasional Antar negera ini
ditujukan untuk menjaga atau mengamankan wilayah perbatasan negara dari
upaya-upaya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, baik yang dilakukan
oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan dorongan kepentingan negara
tetangga, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih selektif dan
optimal.
1.2.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan penetapan dari
Kebijakan dan Strategi Nasional Antarnegara ini adalah sebagai landasan atau
kerangka dasar bagi penanganan kawasan perbatasan secara menyeluruh dan
terpadu, baik yang bersifat umum, untuk kawasan perbatasan darat dan laut
maupun yang bersifat khusus bagi masing-masing jenis perbatasan tersebut.
Dengan demikian, sasaran yang hendak dicapai adalah:
(1) Teridentifikasinya
permasalahan, peluang, dan potensi pengembangan kawasan perbatasan;
(2) Terpadunya
konsep-konsep kebijakan penanganan kawasan perbatasan yang bersifat sektoral
dan kedaerahan;
(3) Tersusunnya
konsep kebijakan nasional bagi penanganan kawasan perbatasan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat perbatasan, menjaga
kedaulatan negara dan meningkatkan rasa kebangsaan, keamanan serta memantapkan
penerapan dan penegakan aturan hukum nasional.
1.2.4. Ruang Lingkup
Pembahasan Kebijakan dan Strategi
Nasional ini, meliputi seluruh kawasan perbatasan darat dan laut yang tersebar
di seluruh Indonesia, baik perbatasan dengan negara yang relatif lebih maju,
setara, ataupun dengan negara yang baru terbentuk, sedangkan ruang lingkup
Kebijakan dan Strategi Nasional ini meliputi analisis dari aspek sektoral dan
regional yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan perbatasan.
1.2.5. Visi dan Misi
A.
Visi
1.
Aman, berarti terciptanya kondisi keamanan yang dapat dikendalikan dan
kondusif bagi kegiatan usaha serta bebas dari kegiatan ilegal;
2.
Tertib, berarti seluruh aktivitas ekonomi, sosial dan budaya di perbatasan
dan daerah sekitarnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku;
3.
Pintu gerbang negara, berarti kawasan
perbatasan sebagai halaman depan negara yang harus dijaga kebersihan, ketertiban
dan keamanannya;
4.
Pusat pertumbuhan, berarti kawasan perbatasan dapat
dikembangkan sebagai kawasan ekonomi dan perdagangan bekerjasama dengan pihak
investor dalam maupun luar negeri secara legal;
5.
Berkelanjutan, berarti bahwa seluruh proses pembangunan di
kawasan perbatasan harus memperhatikan aspek pengelolaan sumberdaya alam,
seperti hutan lindung dan laut secara seimbang dan memperhatikan daya dukung
alam;
6.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berarti dengan berkembangnya kawasan
perbatasan, masyarakat lokal di perbatasan dan di daerah sekitarnya dapat
memperoleh kesempatan melaksanakan kegiatan usaha ekonomi, sehingga pendapatan
dan kesejahteraannya meningkat;
7.
Terpeliharanya NKRI, berarti seluruh kegiatan
pengembangan kawasan perbatasan, baik darat maupun laut, tetap mengacu kepada
peraturan dan perundangan serta menjaga terpeliharanya negara kesatuan Republik
Indonesia.
B.
Misi
1.
Mempercepat
penyelesaian garis batas antarnegara dengan negara tetangga sehingga tercipta
garis batas yang jelas dan diakui kedua belah pihak;
2.
Mempercepat
pengembangan beberapa kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan, yang dapat
menangkap peluang kerjasama antarnegara, regional dan Internasional, secara selektif
sesuai prioritas;
1.
Meningkatkan penegakan hukum dan kondisi keamanan
yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta
meningkatkan sistem pertahanan perbatasan darat dan laut;
2.
Menata dan membuka keterisolasian dan
ketertinggalan kawasan perbatasan dengan meningkatkan prasarana dan sarana
perbatasan yang memadai;
3.
Mengelola sumberdaya alam darat dan laut secara
seimbang dan berkelanjutan, bagi kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah
dan pendapatan negara;
4.
Mengembangkan sistem kerjasama
pembangunan antarnegara, antar Pemerintah,
maupun antar pelaku usaha.
1.3. Kebijakan Umum
A. Peningkatan keberpihakan terhadap
kawasan perbatasan sebagai wilayah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang
Paradigma pengelolaan
kawasan perbatasan di masa lampau berbeda dengan paradigma saat ini. Di masa
lalu pengelolaan kawasan perbatasan lebih menekanan kepada aspek keamanan (security approach), sedangkan saat ini kondisi keamanan regional relatif
stabil, sehingga pengembangan kawasan perbatasan perlu pula menekankan kepada
aspek-aspek lain diluar aspek keamanan seperti aspek sosial, ekonomi, budaya,
dan lingkungan. Pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) sangat
diperlukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat,
meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketertinggalan pembangunan
dari wilayah negara tetangga. Oleh karena itu, pengembangan kawasan perbatasan
melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan keamanan secara serasi
perlu dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai program dan kegiatan di
kawasan perbatasan pada masa yang akan datang.
B. Pengembangan kawasan perbatasan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pintu gerbang Internasional bagi kawasan
Asia Pasifik
Paradigma masa lalu yang
menjadikan kawasan perbatasan sebagai ’halaman belakang’ merupakan pandangan
yang keliru sebab wilayah perbatasan di Indonesia memiliki
nilai politik, ekonomi, dan keamanan yang sangat strategis, tidak saja bagi
Indonesia melainkan juga bagi negara-negara lainnya, terutama negara-negara di
kawasan Asia Pasifik. Hal ini disebabkan posisi geografis Indonesia yang
berada di titik silang benua Eropa-Asia, Asia-Australia, dan Australia-Eropa.
Dengan adanya posisi
strategis ini Indonesia berpeluang memainkan peranan yang besar di kawasan Asia dan Pasifik di masa yang akan
datang. Dengan demikian, akselerasi pembangunan kawasan perbatasan melalui pengembangan kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
merupakan upaya yang logis. Untuk itu, diperlukan upaya penataan ruang,
pembangunan prasarana dan sarana, kebijakan investasi, SDM, serta
kelembagaan yang mendukung pengembangan pusat pertumbuhan. Kebijakan ini sejalan dengan kebijakan yang telah
diterapkan oleh beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
C. Percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan
menggunakan pendekatan kesejahteraan.
Kemiskinan dan
ketertinggalan masyarakat merupakan permasalahan utama di kawasan perbatasan.
Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan di masa lalu dan kecenderungan
penggunaan pendekatan keamanan dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Hal ini
menyebabkan minimnya sarana dan prasarana
wilayah, terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya
kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di kawasan perbatasan
menyebabkan orientasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat ke wilayah negara
tetangga. Untuk memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam
memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka
keterisolasian wilayah, maka diperlukan percepatan pembangunan di kawasan
perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan.
D. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat
Hak-hak ulayat masyarakat
perbatasan yang berada di negara lain perlu diakui dan diatur keberadaannya.
Keberadaan tanah ulayat secara sesungguhnya memiliki permasalahan secara
administratif karena keberadaannya melintasi batas negara di dua wilayah
negara. Namun demikian karena hak-hak ulayat ini secara tradisional menjadi
aset penghidupan sehari-hari masyarakat tersebut, maka keberadaannya tidak
dapat dihapuskan, namun sebaliknya perlu diakui dan diatur secara jelas.
E.
Penataan batas-batas negara dalam rangka menjaga
dan mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Beberapa kawasan
perbatasan masih memiliki permasalahan garis batas dengan negara tetangga yang
hingga kini masih dalam pembahasan melalui beberapa perundingan bilateral. Di
beberapa lokasi bahkan telah terjadi pergeseran pilar batas yang menyebabkan
kerugian-kerugian bagi negara baik secara ekonomi maupun lingkungan. Selain
itu, keberadaan tanah ulayat masyarakat adat yang ada di kawasan perbatasan
menjadi sebuah permasalahan tersendiri dalam penetapan batas negara. Oleh
karena itu diperlukan penataan dan pengaturan batas negara secara menyeluruh
untuk menjamin keutuhan wilayah NKRI.
F.
Peningkatan kapasitas pertahanan dan
keamanan beserta sarana prasarananya
Lokasi
geografis Indonesia yang berada pada posisi silang dua samudera besar, serta
terdiri dari ribuan pulau menuntut Indonesia memiliki sistem pertahanan dan
keamanan yang kuat. Sistem pertahanan yang kuat, salah satunya perlu ditunjang
oleh armada dan aparat yang besar, efektif, dan modern, baik di laut, darat
maupun udara. Hal ini diperlukan untuk melakukan pengawasan yang efektif
terhadap seluruh wilayah termasuk kawasan perbatasan yang berada di wilayah
terluar, menangggulangi berbagai pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan perbatasan, serta
mengantisipasi berbagai ancaman dari luar. Meski peningkatan armada dan aparat
hingga tingkat yang optimal sulit dilakukan saat ini oleh pemerintah, namun
peningkatan kapasitas armada dan aparat perlu terus diupayakan hingga
tingkat yang memadai.
Disamping peningkatan kapasitas armada dan aparat hingga jumlah yang memadai,
peningkatan sarana dan prasarana khusus di perbatasan untuk mengawasi arus
keluar masuk baik manusia maupun barang ke wilayah NKRI.
G. Peningkatan
perlindungan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan kawasan konservasi
Sebagian besar kawasan
perbatasan di Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya akan
keanekaragaman hayatinya. Di Kalimantan dan
Papua, hampir seluruh kawasan perbatasannya terdiri dari hutan tropis dan
kawasan konservasi yang diakui dunia sebagai “paru-paru dunia”, sedangkan
kawasan perbatasan laut memiliki potensi sumberdaya laut dan perikanan yang
sangat besar. Potensi sumberdaya alam
berupa kawasan konservasi atau taman nasional di hutan tropis dan kelautan ini
perlu dilindungi kelestariannya selain dibudidayakan bagi kesejahteraan
masyarakat lokal.
H. Peningkatan fungsi kelembagaan dan
koordinasi antar instansi terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan
Peningkatan kapasitas dan
fungsi kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan dilakukan melalui optimalisasi
fungsi dan peran kelembagaan antarinstansi pemerintah, penataan hubungan kerja
baik secara horizontal maupun secara vertikal, peningkatan koordinasi dan
konsultasi antar lembaga, serta pengembangan data base informasi kawasan
perbatasan yang dapat dijadikan acuan bersama oleh seluruh stakeholder terkait.
Pemahaman yang baik terhadap fungsi dan peran, tata hubungan yang jelas,
koordinasi yang intensif, serta tingkat pengetahuan yang sama, diharapkan dapat
menyelaraskan berbagai kewenangan, kebijakan dan peraturan-peraturan diantara
pemerintah pusat dan daerah.
I. Peningkatan kerjasama bilateral, sub-regional, maupun regional dalam berbagai bidang
Pengelolaan perbatasan
tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan Internasional maupun regional. Dalam era globalisasi
saat ini, setiap negara di dunia saling tergantung satu sama lain serta saling
membutuhkan. Adanya saling ketergantungan dalam masyarakat Internasional
berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamananan. Oleh karena itu, peningkatan kerjasama dengan negara
tetangga baik secara bilateral, sub-regional, maupun regional diharapkan akan
dapat menciptakan keterbukaan dan saling pengertian, sehingga dapat dihindarkan
terjadinya konflik perbatasan.
Hal ini didukung oleh
semakin meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari segi sosial
budaya maupun ekonomi. Selain itu kerjasama antar negara sangat diperlukan
untuk meningkatkan investasi dan optimalisasi pemanfaatan SDA di kawasan
perbatasan, serta untuk menanggulangi berbagai permasalahan hukum yang terjadi
di kawasan perbatasan.
1.4.
POTENSI
WISATA PULAU MARATUA DAN SEKITAR
Selain berada di wilayah perbatasan, Pulau Maratua
mempunyai potensi wisata bahari. Maratua merupakan pulau dalam Kawasan
Konservasi Laut Berau seluas 1,27 juta hektar. Di pulau itu terdapat keanekaragaman
hayati laut berupa terumbu karang dan ikan-ikan yang bisa dinikmati dengan
penyelaman. Dari pulau itu bisa juga menjangkau Pulau Kakaban, Sangalaki,
Semama, dan Derawan, yang merupakan objek wisata andalan kabupaten Berau bahkan
Propinsi Kalimantan Timur. Sedangkan obyek wisata lainnya
adalah:
· Obyek
Wisata Bahari Pulau Derawan, Pulau Sangalaki
Pulau tersebut termasuk dalam wilayah
Kecamatan Pulau Derawan. Pulau
Derawan ke Pulau Sangalaki memakan waktu 1 jam perjalanan
dengan menggunakan speed
boat. Nama pulau‑pulau Menumbar, Pulau Kakaban, Pulau Semana, Pulau Sambit,
Pulau Bakungan, Pulau Inaka dan Pulau Maratua. Di perairan sekitar pulau‑pulau
tersebut terhampar karang laut yang sangat indah, jenis ikan hias, juga
terdapat ikan duyung, kepiting, kenari, penyu hijau dan mutiara alam. Kepulauan
ini mempunyai potensi laut yang sangat kaya dan menurut para ahli bahwa
keindahan taman laut dengan keaneka ragaman biota laut yang hidup di perairan
Kepulauan Derawan termasuk nomor 3 (tiga) di dunia. Pulau Derawan sejak tahun
1993 di kelola oleh PT. Bhumi Manimbora Interbuana dengan fasilitas; cottage,
alat selam, speedboat, restoran. Pulau Sangalaki di kelola oleh Perusahaan “
Sangalaki Dive Lorge “ sebuah perusahaan dari Malaysia kerja sama dengan
Pemerintah Kabupaten Berau. fasilitas alat‑alat selam speedboat, cottage dll.
Bagi turis yang ingin tinggal di losmen/penginapan milik masyarakat juga
tersedia di desa Pulau Derawan. Keseniannya yang terkenal Tari Dalling, Sekayan
dan Igal. Kemudahan mengunjungi obyek wisata bahari ini menggunakan pesawat
terbang Samarinda Tanjung Redeb atau kapal laut Samarinda Tanjung Redeb
kemudian di dilanjutkan dengan menggunakan pesawat terbang atau kapal laut lalu
melanjutkan dengan speed boat ke Pulau Derawan.
1.5.
PERMASALAHAN
TERKAIT PENELITIAN
Pembangunan
Bandar Udara Maratua diharapkan mampu memberikan dampak positif dalam berbagai
aspek kehidupan serta menunjang moda transportasi wilayah dalam upaya menggali
potensi wisata yang berada di seputar Pulau Maratua yang terkenal dengan Wisata
Lautnya. Dengan melihat kondisi geografis wilayah Pulau Maratua yang berupa
kepulauan yang sebagian besar terbentuk dari sedimentasi batu karang sangat
sulit sekali untuk memasukkan material dalam upaya menunjang Pembangunan Bandar
Udara Maratua tersebut.
Untuk
itu diperlukan upaya dalam pemenuhan kebutuhan material tersebut dari material
lokal yang ada untuk di teliti apakah dapat dimanfatkan untuk mensuplai
kebutuhan material terutama material batu dan agregat sebagai bahan utama untuk
pembuatan landas pacu Bandara Maratua tersebut. Karena dengan melihat kondisi
Pulau yang sebagian besar terbentuk dari Batuan Karang.
Selain itu,
upaya mendatangkan material dari luar daerah misalkan Palu atau dari Tawau
terkendala pada kondisi geografis Pulau Maratuan yang dikelilingi oleh
kepulauan karang yang dangkal sehingga ponton material susah untuk melakukan
sandar atau bongkar muat di Desa Payung- Payung yang notabene merupakan letak
Bangunan Bandara Maratua tersebut dibangun. Jarak Bibir Pantai dengan daerah
Palung (dalam) adalah kurang-lebih 500 meter, kondisi tersebut sangat
menyulitkan jika harus mendatangkan material dari luar pulau. Bisa melakukan
bongkar muat namun harus diperlukan kajian mendalam terhadap kondisi pasang-surut
air laut yang pada bulan-bulan tertentu memiliki kondisi pasang air laut
tinggi.
Permasalahan
lain yang melandasi penelitian ini adalah karena wilayah Perairan pantai Desa
Payung-Payung pada khususnya dan Pulau Maratua pada umumnya merupakan kawasan yang
dilindungi terhadap terumbu karang yang ada. Dan merupakan daerah tujuan wisata
yang terkenal akan keindahan alam bawah lautnya sehingga tidak diperbolehkan
adanya aktivitas yang dapat mengganggu ekosistem bawah lautnya. Hal inilah yang
mendorong dilakukannya penelitian untuk dapat menemukan sumber material yang
dapat digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan terutama Pembangunan Bandar Udara
di Pulau Maratua yang notabene juga memiliki tingkat urgenitas yang tinggi
dalam menunjang sektor-sektor pembangunan dan pertahanan serta keamanan
diwilayah tersebut.
1.6.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini antara lain adalah untuk memberikan alternatif pemecahan masalah
terhadap kesulitan pengadaan material terutama material agregat yang merupakan
komponen dasar dalam pembangunan Landas Pacu Bandar udara Maratua yang dimulai
pembangunannya sejak tahun 2011 lalu. Dengan adanya material lokal diharapkan
dapat teratasinya kesulitan dalam proses pengadaan terhadap kondisi-kondisi
yang ada dalam lingkup permasalahan.
Mengingat pada
lokasi di sekitar Kawasan Bandar Udara Maratua merupakan daerah bebatuan karang
yang secara visual cukup keras dan memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan
material yang mencukupi, sehingga tergerak untuk meneliti dapat tidaknya
digunakan sebagai alternatif material lokal.
Selain itu
dengan kondisi habitat terumbu karang yang mengelilingi wilayah Pulau Maratua
yang mmerupakan aset wisata sangat disayangkan terusak oleh kegiatan mobilisasi
material yang digunakan untuk kegiatan support pembangunan Bandar udara Maratua
tersebut.
1.7.
LOKASI
PENELITIAN
Maratua
adalah satu diantara Pulau terluar di Indonesia. Pulau berbentuk Cakram
tersebut berbatasan langsung dengan Perairan Malaysia dan Filiphina di bagian
Utara. Batasan wialyah Pulau Maratua ini secara administratif berbatasan
langsung dengan:
· Sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulau Derawan
· Sebelah
Timur berbatasan dengan kecamatan Pulau Derawan
·
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Perairan Laut Sulawesi
· Sebelah
Barat berbatasan dengan Perairan Laut Sulawesi
Gambar 3 : peta P. Maratua
|
Adapun Fokus Lokasi
penelitian yang kami lakukan adalah di area sekitar lokasi Bandar Udara Martua
yakni terletak di Desa Payung-Payung, Kecamatan Maratua, Kabupaten Berau.
Karena potensi sumber quarry terletak di sekitar wilayah studi dengan volume
yang memadai untuk dapat mensuplay kebutuhan material yang diperlukan serta
berada langsung di area pembangunan Bandar Udara Maratua yang sedang di
laksanakan.
2.
LANDASAN
TEORI
2.1.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metode
penelitian yang kami lakukan adalah melakukan observasi terhadap tingkat
kecukupan material yang akan digunakan sebagai alternatif pemanfaatan material
lokal sebagai material sub base coarse landas pacu Bandara Maratua.
Untuk
meneliti kelayakan material secara spesifikasi, maka kami melakukan pengambilan
sample material di lokasi penelitian untuk dilakukan pengujian di Laboratorium
Teknik. Untuk Pendekatan awal yang kami uji adalah pengujian terhadap Keausan (Abrasi) material sebagai indikasi awal
material agregat yang nantinya akan kami sesuaikan dengan spesifikasi yang
dapat digunakan sebagai material sub base coarse (granular base coarse).
Adapun
gambaran alur kerja penelitian kami adalah meliputi langkah-langkah yang mengidentifikasikan
beberapa hal antara lain meliputi kami bagi menjadi beberapa tahap penelitian
yaitu:
1.
TAHAP
PERSIAPAN
Dalam tahap persiapan ini adalah
tahapan mencari literatur terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan,
kemudian menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan selama proses
penelitian berlangsung termasuk persiapan biaya yang diperlukan dalam
penelitian khususnya masalah biaya transportasinya mengingat kondisi lokasi
studi berada di pulau yang akses transportasinya masih terbatas dan tentunya
biaya yang tidak sedikit.
2.
TAHAP
OBSERVASI LAPANGAN
Tahap observasi lapangan adalah
dimana peneliti mengamati kondisi di lapangan terhadap object yang akan di
teliti serta melakukan penelitian terhadap sumber quarry yang mungkin dapat
dipergunakan serta kecukupan material quarry tersebut.
3.
TAHAP
PENGAMBILAN SAMPLE BENDA UJI
Pengambilan benda uji (sample
material) diambil dengan menggunakan karung yang berasal dari sumber quarry
untuk dilakukan penelitian di Laboratorium. Pengambilan uji sample diambil
sebanyak 2 karung dengan menggunakan transportasi laut dan darat dan di teliti
di Samarinda.
4.
TAHAP
PENELITIAN DI LABORATORIUM
Dalam tahap penelitian ini,
dilakukan di Laboratorium teknik pengujian dengan menggunakan uji Abrasi Los
Angeles sebagai gambaran awal apakah secara keausan dapat dipegunakan sebagai
material agregat untuk selanjutnya dapat di teliti ke arah yang lebih spesifik
lagi. Jika dalam uji abrasi tidak masuk, maka pengujian lebih lanjut tidak
dapat dilanjutkan.
5.
HASIL
PENELITIAN
Dari hasil pengujian kemudian di
analisis terhadap kelayakan material terhadap spesifikasi yang digunakan
sebagai dasar dari keputusan dapat tidaknya materialtersebut digunakan sebagai
material agregat landas pacu Bandar Udara Maratua.
Pengujian
Sample material kami lakukan di 2 tempat berbeda dalam harapannya dapat
dihasilkan nilai pembanding yang nantinya dapat menyakinkan tingkat ketelitian
dan nilai rata-rata yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian tersebut.
Pengujian
tersebut kami laksanakan:
1. Laboratorium
Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
2. Laboratorium
pengujian Balai Pengujian Mutu dan Standarisasi Konstruksi (Balitbang) Kota
Samarinda.
2.2.
PENGUKURAN
LOKASI QUARY
Kegiatan Survey Pengukuran dan Pemetaan
Topografi sumber quarry, secara garis besar meliputi tahapan sebagai berikut :
A.
Pekerjaan Persiapan
Lingkup pekerjaan meliputi menyiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk membantu
kelancaran pekerjaan, yang terdiri dari pengumpulan data.
Untuk
menunjang dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pemetaan lokasi tersebut,diperlukan pengumpulan data-data
sekunder antara lain :
a.
Peta topografi terbaru skala 1:
50.000.
b.
Pengumpulan informasi yang pasti
mengenai data titik kerangka dasar nasional, yang ada di sekitar lokasi
pengukuran yang dapat digunakan sebagai titik ikat pengukuran kerangka horizontal
dan vertikal.
c.
Data koordinat patok tetap /
titik Bench Mark yang ada di sekitar lokasi pengukuran dan pemetaan.
B.
Persiapan Survey Lapangan
Yaitu mempersiapkan
peralatan dan bahan untuk pelaksanaan survey pengukuran lapangan. Kegiatan persiapan survey lapangan antara lain
mencakup pekerjaan :
·
Membuat peta rencana kerja yang berisi rencana batas-batas pengukuran,
·
distribusi Bench Mark dan
·
rencana jalur pengukuran kerangka horizontal dan vertikal.
·
Membuat patok-patok beton / Bench Mark
C.
Pelaksanaan
Pekerjaan Survey Pengukuran dan Pemetaan
Pekerjaan Survey
Pengukuran dan Pemetaan disini secara garis besar meliputi kegiatan :
1.Pemasangan
Patok-patok Tetap / Bench
Mark (BM):
a.
Bench mark dibuat
dengan menggunakan rangka beton yang
berukuran 20 x 20 cm dengan panjang 1 meter, yang diisi dengan campuran
beton, diberi kerangka besi ditengah tengahnya, dipasangi baut dan di beri
nomor / kode pengenal yang dicat dibagian atasnya.
b.
BM dipasang pada tempat yang
aman dan mudah dicari serta dipasang sesuai dengan tempat yang telah
direncanakan pada tahap persiapan. Bench
Mark ditanam dengan kedalaman 0,75 m
sehingga bagian yang berada di atas permukaan tanah 0,25 m.
c.
Jumlah BM baru yang dipasang sebanyak
8 buah di sepanjang jalan Existing.
2.
Pengukuran Kerangka Dasar
Horizontal ( Poligon ).
Pengukuran
poligon bertujuan untuk membuat atau menambah titik - titik kerangka dasar
horizontal pemetaan. Titik‑titik
poligon ini kemudian akan
digunakan sebagai titik
referensi dalam pekerjaan pengukuran koordinat dan elevasi (titik ikat)
selanjutnya.
a.
Pengukuran poligon harus
diikatkan pada titik - titik kerangka dasar horizontal nasional yang terdekat.
b.
Untuk pengukuran sudut:
-
Alat yang digunakan adalah Electronic
Total Station (ETS).
-
Salah penutup sudut maksimum 10”
Ö N,
dimana N = jumlah titik poligon.
c.
Pengukuran jarak antar sisi-sisi poligon dilakukan dengan
menggunakan Electronic Total Station.
3.Pengukuran
Kerangka Vertikal
a.
Alat sipat
datar yang digunakan
adalah Automatic Level.
b.
Jalur pengukuran Kerangka Vertikal mengikuti jalur
poligon.
c.
Toleransi kesalahan penutup
maksimum (8ÖD) mm,
dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan
Km.
4.
Pengukuran Detail Situasi
Dimaksudkan untuk mendapatkan peta
situasi detail di lokasi bandar udara. Pelaksanaan pengukuran dengan metode tachimetri.
Pengukuran situasi dilakukan
terhadap semua detail bangunan fasilitas yang ada. Pengukuran situasi
dimaksudkan untuk mendapatkan peta situasi yang dilengkapi dengan garis - garis
kontur ketinggian. Semua kenampakan yang ada, baik yang alamiah maupun buatan
manusia harus diukur dengan teliti dan
benar. Alat ukur yang digunakan adalah Theodolit ETS. Pengukuran
titik-titik spot elevasi dengan sistim raster / kotak dengan ukuran setiap 10 m
x 10 m.
D.
Pengolahan Data :
1.
Pengolahan Data Kerangka Horizontal.
a.
Hasil pengukuran poligon dihitung dengan menggunakan Metode
Perataan Bowditch.
b.
Toleransi kesalahan linier jarak
maksimal 1 : 10.000.
2.
Pengolahan Data Detail
Situasi.
Pengolahan data situasi dan
detail bangunan dilakukan dengan menggunakan program komputer, dengan
mengikatkan terhadap titik koordinat hasil pengukuran kerangka horizontal dan
vertikal.
2.3.
UJI
KEAUSAN DENGAN ALAT LOS ANGELES
2.3.1.
PENDAHULUAN
Pengujian
ini sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan
dengan menggunakan mesin Abrasi Los Angeles. Tujuannya adalah untuk mengetahui
angka keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus
terhadap berat semula dalam persen.
Hasil
pengujian dapat digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan perkerasan
untuk Jalan, Bandar udara maupun Konstruksi beton untuk bangunan gedung dan
bangunan lainnya.
Peralatan
yang digunakan untuk pengujian adalah mesin Los angeles, saringan no. 12,
timbangan, bola-bola baja, oven, alat bantu pan dan kuas.
Cara
pengujiannya adalah masukkan benda uji yang telah disiapkan ke dalam mesin los
angeles, putar mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm dengan jumlah
putaran untuk masing-masing gradasi berbeda, keluarkan benda uji kemudian
saring, butiran yang tertahan dicuci dan dikeringkan dengan oven sampai berat
tetap.
2.3.2.
RUANG
LINGKUP
Metode pengujian ini
meliputi prosedur untuk pengujian keausan agregat kasar dengan ukuran 75 mm (3
inci) sampai dengan ukuran 2,36 mm (saringan no. 8) dengan menggunakan mesin
abrasi Los Angeles.
2.3.3.
KETENTUAN
GRADASI
GRADASI
A :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1,5 Inci) sampai dengan agregat ukuran
butir 9,5 mm (3/8 Inci).
GRADASI
B :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 19 mm (3/4 Inci) sampai dengan agregat ukuran butir
9,5 mm (3/8 Inci).
GRADASI
C :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 9,5 mm (3/8 Inci) sampai dengan agregat ukuran butir
4,75 mm (saringan no.4).
GRADASI
D :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 4,75 mm (saringan no.4) sampai dengan agregat ukuran
butir 2,36 mm (saringan no.8).
GRADASI
E :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 75 mm (3 Inci) sampai dengan agregat ukuran butir
37,5mm (1,5 inci).
GRADASI
F :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 50 mm (2 Inci) sampai dengan agregat ukuran butir 25
mm (1 inci).
GRADASI
G :
Material agregat kasar
dari ukuran butir maksimum 37,5 mm (1,5 Inci) sampai dengan agregat ukuran
butir 19 mm (3/4 inci).
2.3.4.
KEAUSAN
Keasusan adalah
perbandingan antara berat bahan yang hilang atau tergerus (akibat benturan
bola-bola baja) terhadap berat bahan awal (semula).
2.3.5.
PERALATAN
MESIN ABRASI LOS ANGELES
Untuk melakukan
pengujian abrasi diperlukan peralatan-peralatan sebagaiberikut:
a. Mesin
Abrasi Los Angeles, yaitu mesin yang terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm (20
inci). Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang
rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam
silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm (3,5 inci).
b. Saringan
No. 12 (1,70 mm) dan saringan-saringan lainnya.
c. Timbangan,
dengan ketelitian 0,1% terhadap berat contoh atau 5 gram.
d. Bola-bola
baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-masing bola baja
tersebut antara 390 gram sampai dengan 445 gram.
e. Oven,
yang dilengkapi dengan pengatur temperatur untuk memanasi sampai dengan 110oC
± 5oC.
f. Alat
bantu Pan dan kuas.
2.3.6.
BENDA
UJI
Benda uji dipersiapkan dengan cara
mengatur gradasi dan berat benda uji serta membersihkan benda uji tersebut
kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat oven pada temperatur 110oC
± 5oC sampai berat tetap (tidak berubah).
2.3.7.
PELAKSANAAN
PENGUJIAN
a.
Persiapan
Benda Uji
Langkah-langkah persiapan benda uji
sebelum dilakukan proses pengujian adalah sebagai berikut:
1. Cuci
dan keringkan agregat yang akan di uji tersebut ke dalam alat oven pada
temperatur 110oC ± 5oC sampai berat tetap (tidak
berubah).
2.
Pisah-pisahkan
agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki dengan cara penyaringan dan
kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui beratnya.
3. Gabungkan
kembali fraksi-fraksi agregat tersebut sesuai grading yang dikehendaki.
4. Catat
berat contoh dengan ketelitian yang mendekati 1 gram.
b.
Metode
Pengujian
Langkah-langkah proses
pengujian abrasi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengujian
ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah satu dari
7 (tujuh) cara sebagai berikut:
2. Benda
uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Abrasi Los Angeles.
3. Kemudian
setelah itu, putar mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm. Jumlah
putaran gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah 500 putaran dan
untuk gradasi E, gradasi F dan gradasi G adalah 1000 putaran.
4. Setelah
selesai pemutaran, kemudian benda uji dikeluarkan dari mesin Abrasi Los Angeles
dan lalu saring dengan saringan no. 12 (1,70 mm). Butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 110oC
± 5oC sampai berat tetap (tidak berubah).
5. Jika
material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100 putaran, dan
setelah selesai pengujian disaring dengan saringan no. 12 (1,70 mm) tanpa
pencucian. Perbandingan hasil pengujian antara 100 putaran dan 500 putaran
agregat tertahan di atas saringan no. 12 (1,70 mm) tanpa pencucian tidak boleh
lebih besar dari 0,20.
6.
Metode pada butir 5 tersebut diatas
tidak berlaku untuk pengujian material dengan metode ASTM C 535-96 yaitu Standart Test Method for Resistance to
Degradation of Large Size Coarse Agregate by abrasion anda impact in the Los
Angeles Machine.
2.3.8.
PERHITUNGAN
Setelah semua proses pengujian
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dalam standart pegujian cara SNI maka tahap
selanjutnya adalah melakukan perhitungan terhadap keausan agregat yang
diperiksa tersebut. Untuk menghitung hasil pengujian, digunakan rumus sebagai
berikut:
a – b
Keausan
= x 100%
a
dengan pengertian:
a adalah berat benda uji semula, dinyatakan
dalam gram.
b adalah berat benda uji tertahan saringan
no. 12 (1,70 mm), dinyatakan dalam gram.
2.3.9.
PELAPORAN
Hasil pengujian
tersebut kemudian dibuatkan laporan hasil pengujian sebagai hasil rata-rata
dari dua pengujian yang dinyatakan sebagai bilangan bulat dalam persen (%).
2.4.
SPESIFIKASI
YANG DISYARATKAN SEBAGAI LAPISAN GRANULAR BASE COARSE
1. Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan
yang tercakup dalam pasal ini terdiri dari melengkapi semua perlengkapan,
peralatan, bahan dan kerja serta melaksanakan semua pelaksanaan yang
berhubungan dengan pembangunan base course, setebal sesuai dengan persyaratan
kontrak, spesifikasi serta gambar yang dapat digunakan dan disetujui.
2. Bahan
Aggregate
harus terdiri dari batu pecah, fine aggregate yang merupakan hasil screening
yang diperoleh dari pemecahan batu
(minimum pecah 3 sisi).
Batu
pecah dari batu gunung, batu kali yang dipecah sedemikian hingga butirannya
yang ukurannya sesuai dengan persyaratan dan harus bebas dari kelebihan bahan -
bahan yang gepeng/ flat, panjang / elongated, lunak atau hancur, kotor dan
bahan lainnya yang tidak diinginkan.
Gradasi
itu harus memenuhi persyaratan gradasi limit seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2. Gradasi Agregat Base Course
Saringan A.S.T.M
|
%
Lapisan bobot normal size of aggregate
|
|
3”
|
1.5”
|
|
3”
1.5”
¾”
3/8”
No. 4
No. 8
No. 40
No.
200
|
100
80-100
60-100
45-60
30-50
20-40
10-30
0-10
|
100
100
80-100
65-80
40-60
30-50
15-30
0-10
|
A.
Agregat
Cara
yang dipakai dalam menghasilkan batu pecah adalah sedemikian rupa sehingga
hasil pemecahannya adalah mempunyai gradasi yang sama/ sesuai. Pemecahan itu
harus menghasilkan bahan pecah yang mempunyai gradasi dengan syarat, bahan
tersebut semuanya tertinggal disaringan No. 4 dan yang harus sekurang -
kurangnya 90 % berat mempunyai satu muka bidang pecah.
Apabila
perlu, batu pecah itu harus disaring sebelum dipecah untuk memenuhi persyaratan
ini.
Semua
bahan yang mutunya rendah harus dibuang. Batu pecah harus terdiri dari bahan
yang keras, awet / tahan aus, dan tidak mempunyai bagian yang panjang
/elongated, lunak/soft atau hancur serta harus bebas dari kotoran - kotoran
bahan - bahan lain yang tidak diinginkan tidak lebih dari 5 % dan harus
mempunyai nilai Los Angeles Abrassion test 40 % setelah 500 putaran seperti
yang ditentukan oleh ASTM C 131 - 81 Los Angeles Roller Test (Abrassion test).
Bahan
- bahan pecahan tidak boleh menunjukan kenyataan akan hancur atau menunjukan
satu total kehilangan yang lebih besar dari 12% jika dikenakan 5 putaran /
cycles dari pada sodium sulphate Accelerated Soundness Test dengan menggunakan
ASTM C - 88 - 76.
Semua
bahan yang lolos saringan No. 4 yang dihasilkan dalam proses pemecahan, baik
kerikil maupun batu kali, harus disatukan dalam bahan base kecuali jika
terdapat satu jumlah yang berlebihan yang apabila dimasukan tidak akan memenuhi
persyaratan gradasi.
B.
Bahan Halus Tambahan
Apabila
bahan halus tambahan, melebihi dari bahan yang memang terdapat dalam bahan base
course, perlu untuk membentuk gradasi bagi pembuatan dari pada gradasi yang
dispesifikasikan, atau untuk pengikatan bahan base, atau untuk penggantian
kepadatan tanah dari pada bahan yang tertapis dengan saringan No.40, maka bahan
tersebut dicampur secara seragam dan diaduk dengan bahan base course pada mesin
pemecah atau oleh sebuah mesin yang diuji. Tidak akan ada pekerjaan ulangan
dari pada bahan base course ditempat untuk memperoleh gradasi yang
dispesifikasikan.
Bahan halus tambahan
untuk maksud ini harus diperoleh dari pemecahan batu kali atau kerikil.
Tabel 3. Kondisi Kualitas Untuk Bahan Base Course
Uraian
|
Batas Tes
|
- CBR terendam
-
Kehilangan berat karena Abrasi (500 putaran)
-
Campuran
lempung dan butir – butir mudah pecah dalam agregat
-
Perbandingan % lolos #200 dan No. 40
-
Soundness Tes (Sodium Sulphate)
|
Minimum 80%
Maksimum 40%
Maksimum 5%
Maksimum 5%
Maksimum 12%
|
3. Operasi Dalam PITS dan Quarries
Semua pekerjaan yang ada sangkut
pautnya dengan pembersihan/ clearing dan
pengupasan/ striping fidder quarries dan pits termasuk pembuangan bahan-bahan
yang tidak diinginkan harus dilakukan oleh Kontraktor atas biaya sendiri. Bahan
itu akan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang seragam dan
memuaskan.
4. Perlengkapan
Semua perlengkapan yang diperlukan
untuk pelaksanaan-pelaksanaan ini harus dalam keadaan siap (tersedia) untuk bekerja
dan telah disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen, sebelum pelaksanaan itu
dimulai.
5. Trial Compaction
Sebelum dilaksanakan pelaksanaan pekerjaan,
Kontraktor harus melakukan uji pemadatan di luar area yang akan dikerjaan
dengan persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen. Uji pemadatan dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah lintasan optimum sehingga tercapai nilai kepadatan dan CBR
sesuai dengan yang disyaratkan. Luas area untuk uji pemadatan minimal 3 m x 30
m yang dibagi menjadi 3 segmen, dimana perbedaan tiap segmen adalah pada jumlah
lintasan pemadatan. Selanjutnya dari hasil uji pemadatan apabila sudah memenuhi
persyaratan, maka dijadikan dasar dalam pelaksanaan. Namun apabila hasil uji
pemadatan tidak memenuhi persyaratan, maka uji pemadatan dapat di ulang
kembali.
6. Mempersiapkan Lapis Base Course
Lapis Base course harus diuji dan diterima
baik oleh Pejabat Pembuat Komitmen sebelum kegiatan penempatan /placing dan
penghamparan/ spreading material base coourse dimulai.
Setiap tempat bekas roda kendaraan atau bagian
yang lunak, yang tampak dikarenakan keadaan pengaliran air/drainase kurang
baik, atau perbaikan kecil, atau sebab-sebab lainnya, harus diperbaiki dan
digilas sampai benar-benar padat sebelum base course ditempatkan diatasnya.
Pemeriksaan mengenai kemiringan antara
tepi-tepi lapisan perkerasan/ pavement harus memakai grade stakes, steel pins
atau mal-mal yang ditempatkan pada jalur-jalur yang sejajar dalam garis tengah
lapisan teratas itu dan berselang-seling yang cukup untuk menutup garis tali
atau check boards ditempat antara stakes, pins atau mal-mal dimaksud.
Untuk melindungi base course dan untuk menjamin
pengaliran air/drainage yang baik, penebaran base akan dimulai
sepanjang garis tengah landasan atau taxiway pada bagian yang tertinggi atau
pada sisi lapisan teratas yang tertinggi dengan kemiringan satu jurusan.
A.
Pelaksanaan Penghamparan
Bahan
aggregate base harus ditempatkan di underlying course sedemikian rupa untuk
memperoleh adukan base yang sesuai dengan susunan gradasi dengan kadar air yang
disyaratkan, dan dalam jumlah tertentu untuk mencapai tebal lapisan aggregate
base serta kepadatan sesudah dipadatkan.
Bahan itu harus dibentuk menjadi bagian yang
sama / uniform section.
Pejabat Pembuat Komitmen akan menguji adukan
untuk menetapkan bahwa pengadukan tersebut lengkap dan lagi memuaskan dan kadar
air yang telah sesuai dengan persyaratan harus dijaga benar-benar sebelum
pemadatan dimulai.
Tidak diadakan penghamparan kecuali jika telah
disetujui. Harus dijaga benar-benar supaya bahan dari underlying course tidak
tercampur teraduk dengan bahan aggregate base.
Apabila perlu, aggregate base harus digaru
hingga diperoleh permukaan yang rata, dan sama, lurus kemiringan dan cross
section sampai adukan ini dalam keadaan yang baik untuk pemadatan.
B.
Cara Pemadatan
Lapisan aggregate harus dilaksanakan
berlapis-lapis yang tebal setiap lapisannya tidak boleh kurang dari 6 cm atau
lebih tebal dari 10 cm.
Gradasi aggregate yang sudah ditebarkan harus
seragam dan tidak mengandung pemecahan- pemecahan atau unsur-unsur bahan yang
halus ataupun kasar pada suatu tempat. Aggregate dimaksudkan tidak boleh
ditebar melebihi 1500 meter persegi sebelum digilas, kecuali diperkenankan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen.
Setiap pembasahan (penambahan air) yang
dianggap perlu harus dijaga berada dalam batas-batas ini.
Tiada bahan apapun boleh ditempatkan
dipemukaan yang lunak atau berlumpur.
Kontraktor diwajibkan mengadakan test untuk
menetapkan kepadatan maksimum serta kadar air yang dari pada aggregate base
itu. Bahan aggregate base harus mempunyai kadar air yang memuaskan pada saat
pengilasan dimulai.
Setiap
perbedaan kecil harus dibetulkan dengan pembasahan (penambahan air) jika
dipandang perlu. Selama pekerjaan penempatan dan penebaran berlangsung, maka
disyaratkan untuk mencegah tercampurnya bahan untuk subgrade, subbase atau
shoulder dalam adukan / aggregate base.
C.
Penyelesaian Pemadatan
Konstruksi
base coure dikerjakan berlapis-lapis tersebut sedemikian dapat mencapai
struktur yang homogen, kemudian dipadatkan dengan menggunakan Smoothwheel
Rollers dengan berat 8 – 12 ton, Pneumatic Tire Roller dan Vibro Roller sampai
benar-benar padat dan jika perlu dengan penambahan air.
Harus
disediakan mesin penggilas dalam jumlah yang mencukupi untuk pelaksanaan yang memuaskan bagi pemadatan
bahan yang telah ditempatkan / dihamparkan seperti disyaratkan di atas.
Penggilasan harus berlangsung bertahap dari tepi-tepi ke pusat jalur yang
sedang dilaksanakan dari satu sisi menuju ke arah bahan yang telah ditebarkan
sebelumnya dengan overlapping uniformly tiap jejak roda belakang yang terdahulu
dengan setengah lebar jejak semacam itu dan seterusnya sampai daerah lapisan
seluruhnya selesai digilas oleh roda belakang. Penggilasan harus berlangsung
terus menerus sampai batu itu benar-benar tersusun baik, celah-celah antara
bahan dikurangi sampai jumlah minimum sehingga gerakan batu didepan penggilasan penggilasan tidak kelihatan lagi.
Penggilasan
harus berlangsung terus sampai bahan base selesai dipadatkan mempunyai
kepadatan tidak kurang dari 100% dari kepadatan seperti yang ditetapkan oleh
ASTM D-1557 dan minimal mempunyai nilai CBR 80 %.
Penggarukan
dan penggilasan harus dilakukan ganti bergantian menurut keperluan atau
petunjuk agar memperoleh base course itu tidak akan digilas apabila underlying
course lunak atau ada pemindahan / pergerakan pada agregate basenya.
Apabila
penggilasan itu menghasilkan ketidakrataan melebihi 10 mm jika diuji dengan
tongkat lurus 3 meter, maka permukaan yang tidak rata harus dibongkar, kemudian
ditimbuni dengan bahan yang sama dipakai untuk pembuatan lapisan itu, dan
akhirnya digilas, menurut keperluan.
Sepanjang
tempat yang tak dapat dimasuki mesin penggilas, bahan base course ditumpuk
sungguh-sungguh dengan alat-alat tumbuk mekanis (mechanical tampers).
Penambahan
air yang selama penggilasan apabila perlu, harus dalam jumlah serta peralatan
yang disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen.
D. Perlindungan/Protection
Pekerjaan pada lapisan aggregate base tidak boleh dilakukan apabila
subgradenya basah. Pada umumnya, peralatan untuk keperluan perbaikan kecil
boleh jalan melalui bagian-bagian lapisan aggregate base yang telah selesai,
asal tidak menimbulkan kerusakan dan perlengkapan semacam itu berjalan melalui
seluruh lebar lapisan aggregate base untuk menghindari roda kendaraan,
kepadatan yang tidak rata, akan tetapi Pejabat Pembuat Komitmen akan berwenang
penuh untuk memberhentikan semua perbaikan kecil yang meliputi lapisan
aggregate yang sudah selesai atau yang sebagian selesai apabila, menurut
pendapatnya perbaikan semacam itu menimbulkan kerusakan.
Setiap kerusakan yang ditimbulkan pada lapisan aggregate base karena
kegiatan alat perlengkapan melalui base course itu harus diperbaiki oleh
kontraktor melalui biaya sendiri.
E. Pemeliharaan
Setelah
lapisan aggreate base selesai, kontraktor harus melakukan semua pekerjaan
pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga agar lapisan aggregate base tetap
dalam keadaan yang memuaskan untuk priming.
Setelah
priming maka permukaan harus dijaga agar tetap bersih dan bebas dari bahan yang
tidak diinginkan. Lapisan aggregate base harus dalam keadaan kering setiap
saat.
Apabila
pembersihan dianggap perlu atau apabila prime coat terganggu, maka pekerjaan
yang bersifat memulihkan harus diadakan atas biaya kontraktor sendiri.
Sebelum
persiapan dimulai untuk penggunaan lapisan berikutnya lapisan aggregate base
harus dibiarkan mengering hingga kadar air rata - rata pada keseluruhan dalam
lapisan agregate base kurang dari 80 % dari kadar air optimum campuran
aggregate base.
Pengeringan
tidak boleh berlangsung sedemikian lamanya hingga permukaan lapisan aggregate
base menjadi berdebu dengan akibat kehilangan unsur pengikat.
Apabila
selama masa pemulihan, permukaan lapisan aggregate base mengering itu harus
dijaga agar tetap basah dengan menambah air sampai saat prime coat digunakan.
3. Pengendalian Lapangan
Test Pengendalian
lapangan harus dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan spesifikasi harus
dikerjakan oleh kontraktor dibawah pengawasan Konsultan Pengawas dan Direksi
Teknis. Apabila kesusutan base lebih dari 10 mm Kontraktor harus memperbaiki
daerah-daerah itu dengan cara mengupas menambah campuran base yang memadai,
menggilas, membuat bentuk kembali dan menyelesaikan sesuai dengan persyaratan
teknis pelaksanaan ini.
Kontraktor
harus mengganti atas biayanya, atas bahan base ditempat-tempat yang dibor untuk
keperluan pengetesan. Berikut persyaratan pengendalian di lapangan.
Laporan hasil uji kepadatan lapangan, harus
memuat tentang titik koordinat dan elevasi hasil pengujian tersebut.
Tabel 4. Persyaratan Pengendalian
Lapangan
Test Pengendalian
|
Prosedur
|
a.
Ketebalan dan keseragaman Base Course
|
Pemeriksaan visual dan pengukuran ketebalan
setiap hari. Dilakukan untuk setiap 200 panjang lapisan Base Course yang
dipasang
|
b.
Test Kepadatan di
tempat, Lapis Base Course ( Test Kerucut pasir)
AASHTO T 191, PB0103-76
|
Harus dilakukan untuk setiap 1000 m2 dan tiap tebal lapis pekerjaan 20 cm, untuk menentukan kepadatan dengan
membandingkan terhadap test kepadatan laboratorium untuk kepadatan kering
maksimum.
|
c.
Penentuan CBR di tempat lapis Base Course
|
Dengan menggunakan field CBR dan dilaksanakan
minimum setiap 1000 m2 area runway pada lapis akhir/final levell
|
d.
Pengujian permukaan / Surface Test
|
Permukaan
harus diuji untuk kerataan serta ketepatan kemiringan dan tinggi tiap bagian
yang terdapat kurang rata maupun kemiringan atau ketingian kurang tepat harus
digaru tanahnya, dibangun kembali, dipadatkan lagi, sampai diperoleh kerataan
serta kemiringan dan ketinggian yang diperlukan. Permukaan
yang sudah selesai tidak boleh selisih lebih dari 12 mm jika ditest dengan
tongkat lurus dari 3 meter yang dilaksanakan sejajar serta tegak lurus dengan
garis tengah.
|
e.
Toleransi ketebalan
|
± 1 cm terhadap tebal design
|
4. Ukuran
Jumlah bayaran harus ditatapkan
dengan menghitung banyaknya jumlah meter kubik berdasarkan ketentuan dimensi
dan gambar detail yang digunakan.
5.
Pembayaran
Tahap pembayaran dilakukan
berdasarkan prestasi kerja yang kriterianya ditetapkan dalam kontrak yang
bersangkutan.
3.
HASIL
PENELITIAN DAN ANALISA
Dari
hasil penelitian yang dilakukan di 2 tempat Laboratorium Teknik yang berbeda
dengan melakukan pendekatan tes terhadap Keausan Material (Abrasi) didapatkan
nilai:
Untuk
pengujian di Laboratorium Teknik Balai Pengujian Mutu dan Standarisasi
konstruksi di Samarinda adalah:
Dari
hasil pengujian didapatkan nilai Keausan Material (Abrasi) sebesar 48,32%
berarti kondisi material tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai material
GranularBase Coarse untuk Landas Pacu Bandara Maratua mengingat Spesifikasi
yang disyaratkan adalah Maksimal 40% Abrasi.
Bahkan
dengan hasil abrasi yang hampir mendekati angka 50% tersebut, maka material
batu tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai campuran Agregat untuk Klas A,
B, S dan kelas C sekalipun. Namun material tersebut dapat dipergunakan sebagai
material penutup lapisan Shoulder yaitu untuk material perataan. Karena pada
daerah Shoulder tersebut tidak dibebani oleh beban pesawat terbang.
Pengujian
untuk Sample kedua dilakukan di Laboratorium Teknik Universitas 17 Agustus 1945
yang merupakan universitas teknik tertua di Kalimantan Timur dan merupakan
universitas bagi peneliti mengabdikan dirinya.
Dari
hasil pengujian sample yang kedua pun ternyata hasilnya tidak masuk dalam
spesifikasi teknis sebagai material timbunan Agregat Klas A, B, S maupun Klas
C. Hasil yang didapatkan pada uji yang kedua adalah sebesar 50,64 % > 40%
(spek).
Sehingga
dari kedua pengujian yang dilakukan yaitu:
Uji
1 nilai abrasi material adalah sebesar 48,32% > 40% (spek)
Uji
2 nilai abrasi material adalah sebesar 50,64 % > 40% (spek).
Sehingga
rata-rata hasil pengujian didapatkan nilai abrasi material sebesar 49,48% >
40% (spesifikasi teknis yang disyaratkan).
HASIL PENELITIAN UJI KEAUSAN (ABRASI LOS
ANGELES)
|
||||
MATERIAL LOKAL EX. MARATUA
|
||||
NO
|
URAIAN
|
HASIL (%)
|
SPESIFIKASI
(%)
|
KETERANGAN
|
|
|
|
|
|
1
|
SAMPLE UJI 1
|
48,32
|
< 40 %
|
TIDAK MEMENUHI
|
|
|
|
|
|
2
|
SAMPLE UJI 2
|
50,64
|
< 40 %
|
TIDAK MEMENUHI
|
|
|
|
|
|
RATA-RATA
|
49,48
|
|
|
Dengan
kondisi hasil pengujian diatas bahwasanya dari indikasi awal terhadap tingkat
keausan material sudah tidak dapat diterima sebagai material untuk struktur
perkerasan landas pacu Bandar Udara Maratua. Dengan kondisi tersebut, maka
penelitian tidak dapat dilanjutkan ke arah yang lebih spesifik lagi.
4.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Dari
hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal terhadap
perlakukan material lokal ex. Maratua yaitu:
1.
Material Lokal Ex. Maratua tidak dapat
dipergunakan sebagai material Agregat untuk pekerjaan Pelapisan Granular Base
Coarse pekerjaan Landas Pacu Bandar Udara Maratua karena dari hasil uji coba
keausan yang merupakan syarat mutlak material agregat tidak dapat dipenuhi
yaitu sebesar 49,48% > 40% spesifikasi teknis.
2.
Material lokal tersebut hanya bisa
digunakan sebagai material campuran dan bukan sebagai material pokok dan utama.
3.
Materila Lokal Ex. Maratua tersebut
dapat digunakan sebagai material timbunan batu perataan shoulder Bandar Udara
Maratua.
4.
Untuk material Granular Base Coarse
harus di datangkan dari luar pulau yaitu ada 2 alternatif material yakni Ex.
Palu dan Ex. Tawau dengan mempertimbangkan jarak terhadap keberadaan lokasi
kegiatan.
5.
Perlu adanya pendekatan dengan
pihak-pihak terkait terutama LSM lingkungan serta masyarakat sekitar terhadap
mekanisme bongkar muat material sehingga tidak mengganggu ekosistem bawah laut
yang notabene merupakan aset wisata bagi wilayah setempat.
DAFTAR PUSTAKA
1. SNI. 2417 tentang Standart Pengujian
Abrasi / Keausan Agregat, tahun 2008.
2. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No. SKEP/80/VI/2005 tentang Pedoman Teknis Spesifikasi Teknis Fasilitas
Sisi Udara dan Sisi Darat bandar udara.
3. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No. SKEP/77VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas
Teknik Bandar Udara.
4. Study Rencana Teknik Terinci (RTT) Sisi
Udara Bandar Udara Maratua, PT. Buanatama Dimensi Consultan, 2009.
5. Airport Planning Manual (Doc 9184-AN/902)
Master Planning – Part 1 Second Edition, 1987.
6. ICAO (International Civil Aviation
Organization); ANNEX 14, Vol.I - Aerodrome Design and Operations, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar